Digital Date Time Clock

Selasa, 06 Januari 2015

Tugas - MENGANALISIS JURNAL

Accounting Practices and The Use of Money in The Reign of King Udayana in Bali:
An Ethnoarcheological Approach


I Gusti Ayu Nyoman Budiasih
Accounting Department, Udayana University
and
Eko Ganis Sukoharsono
Accounting Department, the University of Brawijaya


Abstract
            The study is an ethnoarcheological approach exploring the existence of accounting practices and the use of money in the reign of King Udayana (the period 989-1011). The period was considered important since it was the golden age of Singhamandawa Kingdom in Bali where King Udayana successfully integrated Bali and Nusa Tenggara, and its influence reached East Java. The King Udayana was a prominent role in the development of economic, social, political and religious values in the people of Bali.
            It is concluded that using the ethnoarcheological approach, In the era of the King Udayana, some clear pictures of the existence of accounting practices could be traced. Accounting has been understood in the era in the forms of various forms, including from the economic transaction in the traditional markets and the use of currency in many social occasions, to simple models of record keeping. It is also believed that the King Udayana used religious values to the basis of people social and economic transactions.
            It is also found that in the reign of King Udayana, coins as money were used intensively. Coins were printed in gold and silver plates as the local currency used strongly reflected the spiritual contexts which highly respected by local community. Symbols‟ coins of two similar patterns which were the same between the left and right side on the gold coins depicted the life of the balance between outward and inward or material and spiritual concepts. Similarly, four petals sandalwood flower patterns printed on silver currency as a sacred tree described the four cardinal directions were believed by Balinese that God and Goddess as the guardian of the people who believed in their greatness. Belief in this spiritual foundation was a very important concept to put into practice in order to obtain a balance between material and spiritual life. It is also believed that the accounting practices performed at the era of King Udayana also used the practice of balance. Transactions related to the use of currency trading was done between the kingdom and the villagers as expressed in the inscription showed how the empire really understand the meaning of well-being and balance life.

Keywords: Accounting History, King Udayana, King Airlangga, Ethnoarcheological Approach, History of Money.

Analisis :
1.      Masalah dalam Jurnal
            Pada masa pemerintahan Raja Udayana, praktik akuntansi dapat dipelajari dari eksplorasi prasasti, penilaian tertulis, benda-benda bersejarah atau jejak budaya yang terkait dengan penggunaan praktik mata uang. Menggunakan pendekatan ethnoarcheological, praktik akuntansi dieksplorasi dalam penelitian ini. Aspek nilai ekonomi, sosial, politik dan agama digunakan untuk mencari keberadaan praktik akuntansi. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini memfokuskan pertanyaan pada "praktek bagaimana yang akuntansi dan penggunaan uang exsisted pada masa pemerintahan Raja Udayana?"

            Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis dalam konteks praktik akuntansi awal di Bali, terutama pada masa pemerintahan Raja Udayana. Untuk manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan:
1) memberikan kontribusi pemikiran untuk pengembangan akuntansi dalam lingkup lokal exsistence praktik akuntansi di mana ia terbentuk,
2) untuk menambahkan teori dalam laporan akuntansi sebagai meningkatkan nilai akuntansi masa lalu, dan
3) untuk menambah wawasan untuk disiplin akuntansi sebagai penyebaran pengetahuan akuntansi dalam setiap bidang ilmu seperti arkeologi.

            Untuk manfaat praktis, diharapkan penelitian ini memberikan kontribusi untuk:
1) para peneliti dari penelitian pengembangan akuntansi sejarah di Indonesia, dengan mempertimbangkan peran dan fungsi akuntansi di mana ia berada, sehingga untuk meningkatkan nilai-nilai budaya lokal yang mempengaruhinya,
2) bagi para pembuat kebijakan akuntansi diharapkan untuk menggunakan nilai-nilai akuntansi masa lalu sebagai dasar untuk kebijakan akuntansi saat ini dan masa depan, dan
3) untuk mempromosikan peran akuntansi dan fungsi secara menyeluruh dengan pendekatan ilmiah lainnya, yaitu arkeologi.

2.      Objek Penelitian
            Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi keberadaan praktik akuntansi dan penggunaan uang pada masa pemerintahan Raja Udayana yang diamati oleh pendekatan ethnoarcheological. Penelitian ini terinspirasi oleh studi Sukoharsono dan Lutfillah (2008) yang dieksplorasi secara intensif akuntansi di era kerajaan Singosari. Perbedaannya, penelitian ini adalah untuk periode 989-1011 yang mana diyakini lebih tua dan menarik karena beberapa prasasti yang diawetkan relatif baik disimpan di Bali.

3.      Metode Penelitian
            Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan ethnoarcheological dalam menganalisis masalah yang diajukan. Pendekatan tersebut digunakan dalam rangka memberikan pemahaman tentang pembangunan praktik akuntansi dalam penggunaan mata uang yang diterapkan di masa lalu. Mendapat gambaran yang jelas tentang pembangunan praktik akuntansi dalam hal penggunaan mata uang di masa lalu, perlu metode penelitian yang mampu mengungkap secara mendalam pertanyaan penelitian yang diajukan.
            Mengungkap praktik akuntansi dalam hal penggunaan mata uang pada masa pemerintahan Raja Udayana yang telah tertanam seribu tahun yang lalu, mengambil pisau tajam analisis untuk dapat membangun secara eksplisit bit data artefak yang tersisa untuk mendapatkan pembangunan dalam bentuk praktik akuntansi. Penelitian akuntansi yang mengambil data historis membutuhkan arkeologi yang disiplin untuk mengungkap data arkeologi.
            Kendala utama dalam membangun kehidupan masa lalu adalah adanya data yang terbatas, baik dari segi kualitas dan kuantitas serta interpretasi data itu sendiri. Namun, budaya dasar tetap terutama di Bali, yang memungkinkan penelitian dengan metode ini lebih mudah dilakukan karena bukti etnografi cukup jelas. Hal ini terlihat dari komunitas budaya yang dapat ditelusuri dari budaya masa lalu yang membawa di situs Singhamandawa kerajaan dan desa Bali Aga (Sukawana) menggunakan data etnografi. Campuran data arkeologi dan etnografi menghasilkan metode analisis metode yaitu ethnoarcheology.

Model Penelitian
            Model penelitian dapat dijelaskan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan ethnoarcheology dalam membangun praktik akuntansi penggunaan mata uang pada masa pemerintahan Raja Udayana. Untuk menyelidiki peristiwa masa lalu atau sejarah, maka data arkeologi atau artefak, baik ditulis dalam bentuk prasasti dan studi sejarah, dan bentuk tertulis dari benda-benda peninggalan kuno yang digunakan. Data arkeologi yang diperoleh dari kedua pengamatan langsung dari lembaga arkeologi Denpasar dan Museum Arkeologi Gianyar serta melalui wawancara mendalam dengan sejarawan kuno, pengempon Raja Udayana candi warisan, arkeolog dan pakar epigrafi.
            Pengumpulan data artefak arkeologi menghasilkan interpretasi pembangunan praktik akuntansi dari penggunaan mata uang. Karena data arkeologi mendorong menganalisis data kontekstual saja, itu diperlukan data tambahan yang mungkin untuk mengeksplorasi isu-isu arkeologi secara eksplanatif. Oleh karena itu, data etnografi diperlukan. Data etnografi yang diperoleh dengan menelusuri budaya masa lalu yang melekat pada situs terkait dengan mengadaptasi dengan masyarakat pedesaan desa Bedahulu dan budaya masa lalu desa Sukawana.
            Data etnografi menghasilkan interpretasi realitas terhadap pembangunan praktik akuntansi dalam penggunaan mata uang. Interpretasi artefak dan realitas kemudian ditafsirkan kembali oleh penulis untuk menghasilkan interpretasi praktik akuntansi konstruksi penggunaan mata uang. Interpretasi hasil penelitian kemudian dikonsultasikan ke informan dan sumber data lainnya untuk mengidentifikasi dan menguji kebenaran hasil interpretasi sebagai triangulation

4.      Analisis Data
            Praktik akuntansi yang diterapkan oleh orang-orang di Bali pada masa pemerintahan Raja Udayana 989-1011M periode dapat dikaitkan dengan berbagai aspek. Gagasan bahwa akuntansi telah dikenal dan diterapkan pada waktu itu dalam hal interaksi yang dinamis dalam lingkungan sosial. Pemerintahan Raja Udayana tidak dapat dipisahkan dari pengaruh kuat dari Ratu dalam menjalankan pemerintahan yang dapat dilihat dari prasasti bahwa penerbitan yang selalu mendahului nama permaisuri ditulis nama Raja. Ini berbeda dengan menulis prasasti yang dikeluarkan oleh Raja yang memerintah sebelum dan sesudah, permaisuri tidak menulis nama Queen di plakat itu dihapus.
            Kerajaan Singhamandawa diperintah oleh Raja Udayana di Bali dari tahun 989 sampai 1011. Dia adalah seorang raja yang berhasil mempersatukan seluruh pulau Bali ke Nusa Tenggara, dan bahkan pengaruhnya ke Jawa Timur. Kepemimpinan Raja Udayana juga dapat dilihat dari kemampuan untuk memecahkan masalah yang timbul di masyarakat, seiring dengan pertumbuhan pengaruh agama dan sastra Hindu di pulau Bali. Beberapa catatan yang terkandung dalam prasasti ditulis bahwa kepemimpinan Raja Udayana memberikan perhatian besar terhadap kesejahteraan rakyatnya, baik material maupun spiritual. Seperti dalam kasus keyakinan agama, Raja Udayana dihormati dengan keragaman agama rakyat. Hal ini dapat dilihat dari agama yang berkembang pada saat itu, yaitu Hindu (Siwa) dan Buddha dan sekte atau kultus berbagai. Percaya pada keragaman budaya telah, seperti yang terlihat dari prasasti yang Witten dengan menggunakan huruf Dewa Nagari, surat Kawi dan Sansekerta, Bali kuno dan Jawa Kuno. Demikian pula, di bidang kesejahteraan, Raja Udayana menyampaikan kebijakan untuk menggunakan sistem pajak dan emas individu untuk pembebasan pajak di tempat yang digunakan untuk masyarakat umum. Dalam sistem jalannya pemerintahan, Raja selalu menempatkan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan dan memberikan kesempatan bagi warga negara untuk mengeluh secara langsung.
            Meskipun sistem pemerintahan diadopsi dalam sistem monarki, Pengambilan keputusan dari Raja Udayana adalah lebih merupakan sikap yang secara demokratis dengan pejabat kerajaan tinggi serta dengan memeriksa langsung ke lapangan. Struktur birokrasi kerajaan pada masa pemerintahan Raja Udayana mulai dari bawah pejabat tingkat desa, maka itu adalah tingkat pejabat di tingkat pusat dan yang terakhir adalah Raja yang didampingi dua kelompok Siwa dan Buddha imam. Meskipun orang mengadopsi dua sekte yang berbeda agama dan keyakinan, pulau itu aman dan sejahtera. Fakta bahwa Raja Udayana menunjukkan keberhasilan dalam menyatukan dua agama yang berbeda dan sekte mereka tumbuh di Bali-sekte sehingga mereka dapat hidup tenang dan damai. Raja Udayana telah memberikan perhatian yang cukup tinggi di bidang agama baik Siwa dan agama Buddha, yang ditemukan dalam prasasti yang menyebutkan nama grup Dang Acarya untuk Dang Opadyaya imam Siwa dan Buddha biarawan untuk kelas (Goris, 1954: 94) . Jadi kita dapat mengatakan bahwa pada saat itu membuktikan bahwa masyarakat telah memeluk dua agama itu Shiva dan agama Budha, yang memiliki spiritualitas yang tinggi.
            Pasar yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Udayana ditempatkan di daerah strategis, yang mudah untuk melakukan transaksi seperti di dekat istana (pasar sentral). Daerah dianggap padat penduduk termasuk di persimpangan jalan, dan di pelabuhan. Peran pasar pada masa pemerintahan Raja Udayana dirasakan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Itu juga perdagangan hubungan antar daerah dan pulau-pulau. Seiring dengan alat tukar pasar, ada juga diperdagangkan komoditas pada masa pemerintahan Raja Udayana, akuntansi telah dikenal orang, meskipun masih sangat sederhana untuk menjaga catatan transaksi mereka.
            Pajak biaya yang dikenakan kepada warga di pemerintahan Raja Udayana sudah sangat terkenal, seperti banyak diekspresikan dalam berbagai catatan sejarah dan prasasti yang dibuat pada waktu itu. Pengaturan pajak yang sebenarnya dikeluarkan oleh Raja Udayana ditetapkan agar tidak memberatkan masyarakat. Namun, pelaksanaannya menimbulkan banyak masalah yang disebabkan oleh karyawan bertugas mengumpulkan pajak yang kadang-kadang dilakukan secara sewenang-wenang dengan meningkatkan jumlah pembayaran pajak (Poesponegoro dan Notosusanto, 1993: 204-207). Sebagian besar prasasti yang diketahui mengandung keputusan Raja mengenai pembentukan desa atau wilayah ke wilayah Swatantra (di Jawa disebut Sima) atau adanya lahan khusus yang dilindungi oleh kerajaan dan dibebaskan dalam bentuk apapun perpajakan.
            Munculnya akuntansi juga dapat dilihat pada masa pemerintahan Raja Udayana pengungkapan prasasti yang ditulis di Bali kuno dan Jawa untuk merekam berbagai transaksi keuangan, sehingga tercipta suatu fenomena sosial dengan catatan dan mengklasifikasikan kejadian yang ada pada saat itu . Penggunaan huruf pada masa pemerintahan Raja Udayana dapat dilihat dari tiga batu prasasti atau monumen berbentuk pilar yang tanggal dengan tahun 835 Saka atau 913 Masehi di Desa Sanur Blanjong. Prasasti menggunakan dua bahasa (bilingual) yaitu bahasa Bali dan bahasa Sansekerta dan penggunaan dua jenis huruf yang huruf dan huruf Kawi Negari dewa. Penomoran tidak banyak tulisan yang dituangkan dalam plak, hanya saja ada beberapa prasasti yang masih menggunakan penomoran memakai Hindu Sansekerta yang terdiri dari sembilan huruf 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. pada awal transaksi perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang pada zaman prasejarah oleh pertukaran barang dengan barang (barter), namun ada juga yang sudah menggunakan alat tukar dalam berbagai bentuk dan standar nilai, meskipun sangat sederhana seperti dalam bentuk manik-manik, gigi permainan, batu batuan dan kerang (Suarbhawa, 2009).
            Pada masa pemerintahan Raja Udayana, yang terungkap dalam data beberapa prasasti disebutkan bahwa uang (lihat Apendix 2, 3, 4) sebagai simbol telah digunakan sebagai alat pertukaran perdagangan. Mata uang atau koin yang lebih penting karena kehadiran ornamen atau teks yang terdapat di kedua sisi. Coin dianggap sebagai artefak yang berisi nama Raja atau penguasa dan meningkatnya jumlah tahun. Uang yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional dalam mata uang "kepeng" yang dibawa oleh negara Cina dalam melakukan perdagangan di Bali. Kepeng digunakan dengan pertimbangan kebutuhan uang dalam denominasi kecil dan berjumlah banyak, dan mudah dibawa seperti yang berdenominasi lubang kepeng di tengah ada yang biasanya digunakan untuk mengikat dalam jumlah yang banyak. Emas dan mata uang perak biasanya hanya dimiliki oleh kerajaan, di mana mata uang ini memiliki nilai yang tinggi sehingga sulit untuk digunakan dalam transaksi-nilai kecil.
            Tonggak kemajuan masyarakat pada masa pemerintahan Raja Udayana mulai hidup pertanian, pertanian dan berburu bagi manusia pada saat itu sudah memiliki kehidupan menetap di suatu tempat dan tidak bergerak di sekitar seperti di zaman prasejarah. Mata pencaharian penduduk dilakukan dengan menggunakan cara hidup bekerja bersama-sama untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai bagian dari masyarakat, dan dalam melakukan mata pencahariannya. Perdagangan telah berkembang dengan pesat yang dibuktikan dengan berbagai prasasti yang menulis tentang isu-isu yang berkaitan dengan perdagangan, sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan ekonomi masyarakat pada waktu itu lebih maju.

Penggunaan Mata Uang
            Awalnya transaksi perdagangan yang dilakukan masyarakat sebelum era Raja Udayana dilakukan melalui pertukaran barang dengan barang (barter), namun ada juga yang sudah menggunakan alat tukar dalam berbagai bentuk dan standar nilai, meskipun sangat sederhana seperti di bentuk manik-manik, gigi binatang buruan, batu dan kerang (Suarbhawa, 2009). Seiring dengan perdagangan yang telah berkembang cukup pesat, hal itu diperlukan alat tukar untuk transaksi mereka. Alat tukar diharapkan menjadi benda yang terbuat dari tahan lama, mudah dibawa kemana-mana, memiliki berat tertentu berdasarkan kesepakatan bersama dan memiliki tanda atau cap otoritas pada waktu itu menyatakan bahwa benda tersebut digunakan sebagai media yang sah pertukaran disebut uang (Amelia, 2003).

5.      Kesimpulan
            Dalam era Raja Udayana, beberapa gambar yang jelas dari keberadaan praktik akuntansi bisa ditelusuri. Akuntansi telah dipahami dalam era dalam bentuk berbagai bentuk, termasuk dari transaksi ekonomi di pasar-pasar tradisional dan penggunaan mata uang, model pencatatan sederhana. Hal ini juga dipercaya bahwa Raja Udayana menggunakan nilai-nilai agama dengan dasar orang sosial dan transaksi ekonomi.
            Sejarah praktik akuntansi pada penggunaan uang sebagai alat tukar dan satuan moneter yang erat kaitannya dengan simbol yang dicetak pada mata uang. Simbol-simbol yang dicetak dalam emas dan mata uang perak sebagai mata uang lokal yang digunakan kuat tercermin konteks spiritual yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Simbol dua pola serupa benih yang sama antara sisi kiri dan kanan pada koin emas menggambarkan kehidupan keseimbangan antara lahiriah dan batiniah atau material dan konsep spiritual. Demikian pula, pola empat kelopak bunga cendana dicetak pada mata uang perak sebagai pohon suci menggambarkan empat arah mata angin yang diyakini oleh Bali bahwa Allah dan Dewi sebagai penjaga orang-orang yang percaya pada kebesaran mereka. Percaya pada landasan spiritual ini merupakan konsep yang sangat penting untuk dimasukkan ke dalam praktek untuk mendapatkan keseimbangan antara material dan kehidupan spiritual. Hal ini juga percaya bahwa praktik akuntansi yang dilakukan pada era Raja Udayana juga menggunakan praktek keseimbangan. Transaksi yang terkait dengan penggunaan perdagangan mata uang dilakukan antara kerajaan dan desa seperti yang diungkapkan dalam prasasti menunjukkan bagaimana kekaisaran benar-benar memahami makna kesejahteraan dan kehidupan keseimbangan. Pelepasan aset tanah transaksi modal dan pinjaman kerajaan dalam bentuk ternak di masyarakat pedesaan tertentu digunakan sebagai ilustrasi contoh akan adanya praktek akuntansi.


Dari analisis jurnal tersebut, sebenarnya Saya ingin membuat skripsi tentang Sistem Informasi Akuntansi. Saya memilih jurnal ini untuk dianalisis karena Saya tertarik dengan topik yang ada di jurnal tersebut yaitu tentang penerapan praktik akuntansi pada jaman kerajaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar