Accounting Practices and The Use of
Money in The Reign of King Udayana in Bali:
An Ethnoarcheological Approach
I Gusti Ayu Nyoman Budiasih
Accounting Department, Udayana University
and
Eko Ganis Sukoharsono
Accounting Department, the University of Brawijaya
Abstract
The study is an ethnoarcheological
approach exploring the existence of accounting practices and the use of money
in the reign of King Udayana (the period 989-1011). The period was considered
important since it was the golden age of Singhamandawa Kingdom in Bali where
King Udayana successfully integrated Bali and Nusa Tenggara, and its influence
reached East Java. The King Udayana was a prominent role in the development of
economic, social, political and religious values in the people of Bali.
It is concluded that using the
ethnoarcheological approach, In the era of the King Udayana, some clear
pictures of the existence of accounting practices could be traced. Accounting
has been understood in the era in the forms of various forms, including from
the economic transaction in the traditional markets and the use of currency in
many social occasions, to simple models of record keeping. It is also believed
that the King Udayana used religious values to the basis of people social and
economic transactions.
It is also found that in the reign
of King Udayana, coins as money were used intensively. Coins were printed in
gold and silver plates as the local currency used strongly reflected the
spiritual contexts which highly respected by local community. Symbols‟ coins of
two similar patterns which were the same between the left and right side on the
gold coins depicted the life of the balance between outward and inward or
material and spiritual concepts. Similarly, four petals sandalwood flower
patterns printed on silver currency as a sacred tree described the four
cardinal directions were believed by Balinese that God and Goddess as the
guardian of the people who believed in their greatness. Belief in this
spiritual foundation was a very important concept to put into practice in order
to obtain a balance between material and spiritual life. It is also believed
that the accounting practices performed at the era of King Udayana also used
the practice of balance. Transactions related to the use of currency trading
was done between the kingdom and the villagers as expressed in the inscription
showed how the empire really understand the meaning of well-being and balance
life.
Keywords: Accounting History, King Udayana, King Airlangga,
Ethnoarcheological Approach, History of Money.
Analisis :
1.
Masalah dalam Jurnal
Pada masa pemerintahan Raja Udayana, praktik akuntansi
dapat dipelajari dari eksplorasi prasasti, penilaian tertulis, benda-benda
bersejarah atau jejak budaya yang terkait dengan penggunaan praktik mata uang.
Menggunakan pendekatan ethnoarcheological, praktik akuntansi dieksplorasi dalam
penelitian ini. Aspek nilai ekonomi, sosial, politik dan agama digunakan untuk
mencari keberadaan praktik akuntansi. Berdasarkan pernyataan di atas,
penelitian ini memfokuskan pertanyaan pada "praktek bagaimana yang
akuntansi dan penggunaan uang exsisted pada masa pemerintahan Raja
Udayana?"
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
teoritis dan praktis dalam konteks praktik akuntansi awal di Bali, terutama
pada masa pemerintahan Raja Udayana. Untuk manfaat teoritis, penelitian ini
diharapkan:
1) memberikan
kontribusi pemikiran untuk pengembangan akuntansi dalam lingkup lokal
exsistence praktik akuntansi di mana ia terbentuk,
2) untuk menambahkan
teori dalam laporan akuntansi sebagai meningkatkan nilai akuntansi masa lalu,
dan
3) untuk menambah
wawasan untuk disiplin akuntansi sebagai penyebaran pengetahuan akuntansi dalam
setiap bidang ilmu seperti arkeologi.
Untuk manfaat praktis, diharapkan penelitian ini
memberikan kontribusi untuk:
1) para peneliti dari
penelitian pengembangan akuntansi sejarah di Indonesia, dengan mempertimbangkan
peran dan fungsi akuntansi di mana ia berada, sehingga untuk meningkatkan
nilai-nilai budaya lokal yang mempengaruhinya,
2) bagi para pembuat
kebijakan akuntansi diharapkan untuk menggunakan nilai-nilai akuntansi masa
lalu sebagai dasar untuk kebijakan akuntansi saat ini dan masa depan, dan
3) untuk mempromosikan
peran akuntansi dan fungsi secara menyeluruh dengan pendekatan ilmiah lainnya,
yaitu arkeologi.
2.
Objek Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi keberadaan
praktik akuntansi dan penggunaan uang pada masa pemerintahan Raja Udayana yang
diamati oleh pendekatan ethnoarcheological. Penelitian ini terinspirasi oleh
studi Sukoharsono dan Lutfillah (2008) yang dieksplorasi secara intensif
akuntansi di era kerajaan Singosari. Perbedaannya, penelitian ini adalah untuk
periode 989-1011 yang mana diyakini lebih tua dan menarik karena beberapa
prasasti yang diawetkan relatif baik disimpan di Bali.
3.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan ethnoarcheological dalam menganalisis masalah yang
diajukan. Pendekatan tersebut digunakan dalam rangka memberikan pemahaman
tentang pembangunan praktik akuntansi dalam penggunaan mata uang yang
diterapkan di masa lalu. Mendapat gambaran yang jelas tentang pembangunan
praktik akuntansi dalam hal penggunaan mata uang di masa lalu, perlu metode
penelitian yang mampu mengungkap secara mendalam pertanyaan penelitian yang
diajukan.
Mengungkap praktik akuntansi dalam hal penggunaan mata
uang pada masa pemerintahan Raja Udayana yang telah tertanam seribu tahun yang
lalu, mengambil pisau tajam analisis untuk dapat membangun secara eksplisit bit
data artefak yang tersisa untuk mendapatkan pembangunan dalam bentuk praktik
akuntansi. Penelitian akuntansi yang mengambil data historis membutuhkan arkeologi
yang disiplin untuk mengungkap data arkeologi.
Kendala utama dalam membangun kehidupan masa lalu adalah
adanya data yang terbatas, baik dari segi kualitas dan kuantitas serta
interpretasi data itu sendiri. Namun, budaya dasar tetap terutama di Bali, yang
memungkinkan penelitian dengan metode ini lebih mudah dilakukan karena bukti
etnografi cukup jelas. Hal ini terlihat dari komunitas budaya yang dapat ditelusuri
dari budaya masa lalu yang membawa di situs Singhamandawa kerajaan dan desa
Bali Aga (Sukawana) menggunakan data etnografi. Campuran data arkeologi dan
etnografi menghasilkan metode analisis metode yaitu ethnoarcheology.
Model Penelitian
Model penelitian dapat dijelaskan bahwa penelitian ini
menggunakan pendekatan ethnoarcheology dalam membangun praktik akuntansi
penggunaan mata uang pada masa pemerintahan Raja Udayana. Untuk menyelidiki
peristiwa masa lalu atau sejarah, maka data arkeologi atau artefak, baik
ditulis dalam bentuk prasasti dan studi sejarah, dan bentuk tertulis dari
benda-benda peninggalan kuno yang digunakan. Data arkeologi yang diperoleh dari
kedua pengamatan langsung dari lembaga arkeologi Denpasar dan Museum Arkeologi
Gianyar serta melalui wawancara mendalam dengan sejarawan kuno, pengempon Raja
Udayana candi warisan, arkeolog dan pakar epigrafi.
Pengumpulan data artefak arkeologi menghasilkan
interpretasi pembangunan praktik akuntansi dari penggunaan mata uang. Karena
data arkeologi mendorong menganalisis data kontekstual saja, itu diperlukan
data tambahan yang mungkin untuk mengeksplorasi isu-isu arkeologi secara
eksplanatif. Oleh karena itu, data etnografi diperlukan. Data etnografi yang
diperoleh dengan menelusuri budaya masa lalu yang melekat pada situs terkait
dengan mengadaptasi dengan masyarakat pedesaan desa Bedahulu dan budaya masa
lalu desa Sukawana.
Data etnografi menghasilkan interpretasi realitas
terhadap pembangunan praktik akuntansi dalam penggunaan mata uang. Interpretasi
artefak dan realitas kemudian ditafsirkan kembali oleh penulis untuk
menghasilkan interpretasi praktik akuntansi konstruksi penggunaan mata uang.
Interpretasi hasil penelitian kemudian dikonsultasikan ke informan dan sumber
data lainnya untuk mengidentifikasi dan menguji kebenaran hasil interpretasi
sebagai triangulation
4.
Analisis Data
Praktik akuntansi yang diterapkan oleh orang-orang di
Bali pada masa pemerintahan Raja Udayana 989-1011M periode dapat dikaitkan
dengan berbagai aspek. Gagasan bahwa akuntansi telah dikenal dan diterapkan pada
waktu itu dalam hal interaksi yang dinamis dalam lingkungan sosial.
Pemerintahan Raja Udayana tidak dapat dipisahkan dari pengaruh kuat dari Ratu
dalam menjalankan pemerintahan yang dapat dilihat dari prasasti bahwa
penerbitan yang selalu mendahului nama permaisuri ditulis nama Raja. Ini
berbeda dengan menulis prasasti yang dikeluarkan oleh Raja yang memerintah
sebelum dan sesudah, permaisuri tidak menulis nama Queen di plakat itu dihapus.
Kerajaan Singhamandawa diperintah oleh Raja Udayana di
Bali dari tahun 989 sampai 1011. Dia adalah seorang raja yang berhasil
mempersatukan seluruh pulau Bali ke Nusa Tenggara, dan bahkan pengaruhnya ke
Jawa Timur. Kepemimpinan Raja Udayana juga dapat dilihat dari kemampuan untuk
memecahkan masalah yang timbul di masyarakat, seiring dengan pertumbuhan
pengaruh agama dan sastra Hindu di pulau Bali. Beberapa catatan yang terkandung
dalam prasasti ditulis bahwa kepemimpinan Raja Udayana memberikan perhatian
besar terhadap kesejahteraan rakyatnya, baik material maupun spiritual. Seperti
dalam kasus keyakinan agama, Raja Udayana dihormati dengan keragaman agama
rakyat. Hal ini dapat dilihat dari agama yang berkembang pada saat itu, yaitu
Hindu (Siwa) dan Buddha dan sekte atau kultus berbagai. Percaya pada keragaman
budaya telah, seperti yang terlihat dari prasasti yang Witten dengan
menggunakan huruf Dewa Nagari, surat Kawi dan Sansekerta, Bali kuno dan Jawa
Kuno. Demikian pula, di bidang kesejahteraan, Raja Udayana menyampaikan
kebijakan untuk menggunakan sistem pajak dan emas individu untuk pembebasan
pajak di tempat yang digunakan untuk masyarakat umum. Dalam sistem jalannya
pemerintahan, Raja selalu menempatkan musyawarah mufakat dalam mengambil
keputusan dan memberikan kesempatan bagi warga negara untuk mengeluh secara langsung.
Meskipun sistem pemerintahan diadopsi dalam sistem
monarki, Pengambilan keputusan dari Raja Udayana adalah lebih merupakan sikap
yang secara demokratis dengan pejabat kerajaan tinggi serta dengan memeriksa
langsung ke lapangan. Struktur birokrasi kerajaan pada masa pemerintahan Raja
Udayana mulai dari bawah pejabat tingkat desa, maka itu adalah tingkat pejabat
di tingkat pusat dan yang terakhir adalah Raja yang didampingi dua kelompok
Siwa dan Buddha imam. Meskipun orang mengadopsi dua sekte yang berbeda agama
dan keyakinan, pulau itu aman dan sejahtera. Fakta bahwa Raja Udayana
menunjukkan keberhasilan dalam menyatukan dua agama yang berbeda dan sekte
mereka tumbuh di Bali-sekte sehingga mereka dapat hidup tenang dan damai. Raja
Udayana telah memberikan perhatian yang cukup tinggi di bidang agama baik Siwa
dan agama Buddha, yang ditemukan dalam prasasti yang menyebutkan nama grup Dang
Acarya untuk Dang Opadyaya imam Siwa dan Buddha biarawan untuk kelas (Goris,
1954: 94) . Jadi kita dapat mengatakan bahwa pada saat itu membuktikan bahwa
masyarakat telah memeluk dua agama itu Shiva dan agama Budha, yang memiliki
spiritualitas yang tinggi.
Pasar yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Udayana
ditempatkan di daerah strategis, yang mudah untuk melakukan transaksi seperti
di dekat istana (pasar sentral). Daerah dianggap padat penduduk termasuk di
persimpangan jalan, dan di pelabuhan. Peran pasar pada masa pemerintahan Raja
Udayana dirasakan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Itu juga
perdagangan hubungan antar daerah dan pulau-pulau. Seiring dengan alat tukar
pasar, ada juga diperdagangkan komoditas pada masa pemerintahan Raja Udayana,
akuntansi telah dikenal orang, meskipun masih sangat sederhana untuk menjaga
catatan transaksi mereka.
Pajak biaya yang dikenakan kepada warga di pemerintahan
Raja Udayana sudah sangat terkenal, seperti banyak diekspresikan dalam berbagai
catatan sejarah dan prasasti yang dibuat pada waktu itu. Pengaturan pajak yang
sebenarnya dikeluarkan oleh Raja Udayana ditetapkan agar tidak memberatkan
masyarakat. Namun, pelaksanaannya menimbulkan banyak masalah yang disebabkan
oleh karyawan bertugas mengumpulkan pajak yang kadang-kadang dilakukan secara
sewenang-wenang dengan meningkatkan jumlah pembayaran pajak (Poesponegoro dan
Notosusanto, 1993: 204-207). Sebagian besar prasasti yang diketahui mengandung
keputusan Raja mengenai pembentukan desa atau wilayah ke wilayah Swatantra (di
Jawa disebut Sima) atau adanya lahan khusus yang dilindungi oleh kerajaan dan
dibebaskan dalam bentuk apapun perpajakan.
Munculnya akuntansi juga dapat dilihat pada masa
pemerintahan Raja Udayana pengungkapan prasasti yang ditulis di Bali kuno dan
Jawa untuk merekam berbagai transaksi keuangan, sehingga tercipta suatu
fenomena sosial dengan catatan dan mengklasifikasikan kejadian yang ada pada
saat itu . Penggunaan huruf pada masa pemerintahan Raja Udayana dapat dilihat
dari tiga batu prasasti atau monumen berbentuk pilar yang tanggal dengan tahun
835 Saka atau 913 Masehi di Desa Sanur Blanjong. Prasasti menggunakan dua
bahasa (bilingual) yaitu bahasa Bali dan bahasa Sansekerta dan penggunaan dua
jenis huruf yang huruf dan huruf Kawi Negari dewa. Penomoran tidak banyak
tulisan yang dituangkan dalam plak, hanya saja ada beberapa prasasti yang masih
menggunakan penomoran memakai Hindu Sansekerta yang terdiri dari sembilan huruf
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. pada awal transaksi perdagangan yang dilakukan
oleh orang-orang pada zaman prasejarah oleh pertukaran barang dengan barang
(barter), namun ada juga yang sudah menggunakan alat tukar dalam berbagai
bentuk dan standar nilai, meskipun sangat sederhana seperti dalam bentuk
manik-manik, gigi permainan, batu batuan dan kerang (Suarbhawa, 2009).
Pada masa pemerintahan Raja Udayana, yang terungkap dalam
data beberapa prasasti disebutkan bahwa uang (lihat Apendix 2, 3, 4) sebagai
simbol telah digunakan sebagai alat pertukaran perdagangan. Mata uang atau koin
yang lebih penting karena kehadiran ornamen atau teks yang terdapat di kedua
sisi. Coin dianggap sebagai artefak yang berisi nama Raja atau penguasa dan
meningkatnya jumlah tahun. Uang yang digunakan dalam transaksi perdagangan
internasional dalam mata uang "kepeng" yang dibawa oleh negara Cina
dalam melakukan perdagangan di Bali. Kepeng digunakan dengan pertimbangan
kebutuhan uang dalam denominasi kecil dan berjumlah banyak, dan mudah dibawa
seperti yang berdenominasi lubang kepeng di tengah ada yang biasanya digunakan
untuk mengikat dalam jumlah yang banyak. Emas dan mata uang perak biasanya
hanya dimiliki oleh kerajaan, di mana mata uang ini memiliki nilai yang tinggi
sehingga sulit untuk digunakan dalam transaksi-nilai kecil.
Tonggak kemajuan masyarakat pada masa pemerintahan Raja
Udayana mulai hidup pertanian, pertanian dan berburu bagi manusia pada saat itu
sudah memiliki kehidupan menetap di suatu tempat dan tidak bergerak di sekitar
seperti di zaman prasejarah. Mata pencaharian penduduk dilakukan dengan
menggunakan cara hidup bekerja bersama-sama untuk melaksanakan tugas dan fungsi
sebagai bagian dari masyarakat, dan dalam melakukan mata pencahariannya.
Perdagangan telah berkembang dengan pesat yang dibuktikan dengan berbagai
prasasti yang menulis tentang isu-isu yang berkaitan dengan perdagangan,
sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan ekonomi masyarakat pada waktu itu
lebih maju.
Penggunaan Mata Uang
Awalnya transaksi perdagangan yang dilakukan masyarakat
sebelum era Raja Udayana dilakukan melalui pertukaran barang dengan barang
(barter), namun ada juga yang sudah menggunakan alat tukar dalam berbagai
bentuk dan standar nilai, meskipun sangat sederhana seperti di bentuk
manik-manik, gigi binatang buruan, batu dan kerang (Suarbhawa, 2009). Seiring
dengan perdagangan yang telah berkembang cukup pesat, hal itu diperlukan alat
tukar untuk transaksi mereka. Alat tukar diharapkan menjadi benda yang terbuat
dari tahan lama, mudah dibawa kemana-mana, memiliki berat tertentu berdasarkan
kesepakatan bersama dan memiliki tanda atau cap otoritas pada waktu itu
menyatakan bahwa benda tersebut digunakan sebagai media yang sah pertukaran disebut
uang (Amelia, 2003).
5.
Kesimpulan
Dalam era Raja Udayana, beberapa gambar yang jelas dari
keberadaan praktik akuntansi bisa ditelusuri. Akuntansi telah dipahami dalam
era dalam bentuk berbagai bentuk, termasuk dari transaksi ekonomi di
pasar-pasar tradisional dan penggunaan mata uang, model pencatatan sederhana.
Hal ini juga dipercaya bahwa Raja Udayana menggunakan nilai-nilai agama dengan
dasar orang sosial dan transaksi ekonomi.
Sejarah praktik akuntansi pada penggunaan uang sebagai
alat tukar dan satuan moneter yang erat kaitannya dengan simbol yang dicetak
pada mata uang. Simbol-simbol yang dicetak dalam emas dan mata uang perak
sebagai mata uang lokal yang digunakan kuat tercermin konteks spiritual yang
sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Simbol dua pola serupa benih yang
sama antara sisi kiri dan kanan pada koin emas menggambarkan kehidupan
keseimbangan antara lahiriah dan batiniah atau material dan konsep spiritual.
Demikian pula, pola empat kelopak bunga cendana dicetak pada mata uang perak
sebagai pohon suci menggambarkan empat arah mata angin yang diyakini oleh Bali
bahwa Allah dan Dewi sebagai penjaga orang-orang yang percaya pada kebesaran
mereka. Percaya pada landasan spiritual ini merupakan konsep yang sangat
penting untuk dimasukkan ke dalam praktek untuk mendapatkan keseimbangan antara
material dan kehidupan spiritual. Hal ini juga percaya bahwa praktik akuntansi
yang dilakukan pada era Raja Udayana juga menggunakan praktek keseimbangan.
Transaksi yang terkait dengan penggunaan perdagangan mata uang dilakukan antara
kerajaan dan desa seperti yang diungkapkan dalam prasasti menunjukkan bagaimana
kekaisaran benar-benar memahami makna kesejahteraan dan kehidupan keseimbangan.
Pelepasan aset tanah transaksi modal dan pinjaman kerajaan dalam bentuk ternak
di masyarakat pedesaan tertentu digunakan sebagai ilustrasi contoh akan adanya
praktek akuntansi.
Dari analisis jurnal
tersebut, sebenarnya Saya ingin membuat skripsi tentang Sistem Informasi
Akuntansi. Saya memilih jurnal ini untuk dianalisis karena Saya tertarik dengan
topik yang ada di jurnal tersebut yaitu tentang penerapan praktik akuntansi
pada jaman kerajaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar