Pendahuluan
Etika Profesional yang mengatur perilaku akuntan
yang menjalankan praktik akuntan publik di Indonesia. Pada tahun 1998, Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) merumuskan etika profesional baru yang diberi nama Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Etika profesional baru ini berbeda dengan etika
profesional yang berlaku dalam tahun- tahun sebelumnya. Kode etik IAI ini
dikembangkan dengan struktur baru. Kompartemen yang dibentuk dalam organisasi
IAI terdiri dari 4 macam yaitu Kompartemen Akuntan Publik; Kompartemen Akuntan
Manajemen; Kompartemen Akuntan Pendidik; Kompartemen Akuntan Sektor Publik.
Masing- masing kompartemen digunakan untuk mengorganisasi anggota IAI yang
berprofesi sebagai Akuntan Publik, Manajemen, Pendidik, serta Akuntan Sektor
Publik. Sebagai induk organisasi, IAI merumuskan Prinsip Etika yang berlaku
umum untuk semua anggota IAI. Untuk profesi Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan
Publik menerbitkan Aturan Etika untuk kompartemen Akuntan Publik. Aturan Etika
tersebut kemudian dijabarkan dalam Interprestasi Aturan Etika oleh Pengurus
Kompartemen Akuntan Publik.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi
profesi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktik profesinya
bagi masyarakat. Dalam kongresnya tahun 1973, IAI untuk pertama kalinya
menetapkan Kode Etik bagi profesi Akuntan di Indonesia. Pembahasan mengenai
kode etik IAI ditetapkan dalam Kongres VIII tahun 1998.
Dalam kode etik yang berlaku sejak tahun 1998, IAI
menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI dan
seluruh kompartemennya. Setiap kompartemen menjabarkan 8 (delapan) Prinsip
Etika ke dalam Aturan Etika yang berlaku secara khusus bagi anggota IAI. Setiap
anggota IAI, khususnya untuk Kompartemen Akuntansi Sektor Publik harus mematuhi
delapan Prinsip Etika dalam Kode Etika IAI beserta Aturan Etikanya.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan
sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai
akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggungjawab
profesionalnya.
Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian
1. Prinsip Etika, disahkan oleh Kongres VIII tahun
1998.
2. Aturan Etika, disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan.
3. Interpretasi Aturan Etika, dibentuk oleh Himpunan.
Prinsip Etika Profesi Ikatan
Akuntan Indonesia
Mukadimah
·
Keanggotaan
dalam Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota,
seorang akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan
melebihi yang disyaratkan oleh hukum klan peraturan.
·
Prinsip Etika
Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi
akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan.
Prinsip
Pertama : Tanggung Jawab Profesi
·
Dalam
melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
·
Sebagai
profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat.
·
Anggota mempunyai
tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus
selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk
mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan
menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
Prinsip
Kedua : Kepentingan Publik
·
Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
·
Profesi akuntan
memegang peranan yang penting di masyarakat, yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan,
dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
·
Dalam mememuhi
tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling
berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan
ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan
bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan
penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
·
Anggota
diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang
pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat
profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
Prinsip
Ketiga : Integritas
·
Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
·
Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
·
Integritas
diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan,
standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan,
anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah
anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah
anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk
menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
·
Integritas juga
mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian
profesional.
Prinsip
Keempat : Obyektivitas
·
Obyektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
·
Anggota bekerja
dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka
dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi,
perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja
dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan
pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke
dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara
spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas,
pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut :
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang
memungkinkan mereka memoriam
tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu
obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan
menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran
kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias
atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa
orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip
obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah
atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas
terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengan mereka.
f.
Anggota harus
menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka
ternoda.
Prinsip
Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
·
Kehati-hatian
profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten
dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
·
Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak
menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka
punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota
harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan
bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi
seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika.
Kompetensi
profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah :
1. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian
kompetensi profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang
tinggi, diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam
subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola
pengembangan yang normal untuk anggota.
2. Pemeliharaan Kompetensi Profesional
·
Kompetensi harus
dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan peningkatan
profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional anggota.
·
Pemeliharaan
kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan
profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi,
auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang
relevan.
·
Anggota harus
menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya kendali
mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar nasional
dan internasional.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan
pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan
seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam
hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota
wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten.
Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya
kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan
tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna
dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk
merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang
menjadi tanggung-jawabnya.
Prinsip
Keenam : Kerahasiaan
·
Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan
klien atau pemberi kerja berakhir.
·
Kerahasiaan
harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau
terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
·
Anggota
mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan
orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip
kerahasiaan.
·
Kerahasiaan
tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga
mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa
profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but
untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
·
Anggota yang
mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh
mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat
pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal
ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi
tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
·
Kepentingan umum
dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat
diungkapkan :
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika persetujuan
untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak
termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa contoh
di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia
adalah :
·
untuk
menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
·
untuk
mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.
Prinsip
Ketujuh : Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten
dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi :
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
Prinsip
Kedelapan : Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia
(IAI), International Federation of Accountants (IFA), badan pengatur, dan
peraturan perundang-undangan yang relevan.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar