Digital Date Time Clock

Jumat, 31 Januari 2014

PRO dan KONTRA PENUTUPAN TERMINAL LEBAK BULUS


     Pemprov DKI tetap akan menutup Terminal Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) Lebakbulus, Jakarta Selatan, kencana pembangunan proyek Mass Rapid Transit (MRT) tidak bisa ditunda lagi. Polda Metro Jaya siap mengamankan penutupan terminal itu. Gubernur DKI Joko Widodo mengatakan, penundaan penutupan itu hanya sementara. "Terminal harus ditutup karena pembangunan MRT tidak bisa mundur lagi, ada targetnya. Penutupan hanya ditunda, tapi tidak mundur dari jadwal proyek MRT," kata Jokowi panggilan akrap Gubernur DKI itu di Balaikota, Selasa (7/1). Kadishub DKI Udar W Pristono dan pihak PT MRT diperintahkan Jokowi untuk memberikan penerangan yang jelas kepada pihak-pihak di sekitar Terminal Lebak Bulus terkait tujuan ditutupnya terminal tersebut. “Nggak ada waktu lagi, harus tetap ditutup,” tegasnya. Dia minta Kadishub dan PT MRT memberikan penjelasan yang konkret dan jelas kepada sopir, kernet, ormas, pedagang asongan, pedagang bakso panggul, tukang parkir, PKL dan pihak lainnya. “Jelaskan semuanya ke sana, yang jelas dan rinci," tegas mantan Wali Kota Solo itu.

    Menurut Jokowi alas an pihaknya menunda penutupan terminal itu karena penjelasan yang kurang detail dan jelas. Dia menyebut jika penutupan terus tertunda maka kerugian akan semakin besar. "Sudah 25 tahun terlambat, kalau kita mundur lagi biayanya semakin mahal. Karena ini infrastrukur transportasi loh,” tambahnya. Jokowi mengaku  sudah memberi amanat kepada Kadishub dan pihak PT MRT setahun lalu agar menjelaskan tentang penutupan terminal AKAP Lebak Bulus. “Penutupan diperlukan karena stasiun besar MRT terletak di terminal AKAP Lebak Bulus,” tegas orang nomor satu di Jakarta itu lagi. Dia mengira warga di sana sudah mengerti semua, karena sudah satu tahun lalu telah diminta untuk dijelaskan kepada pihak yang terkait di terminal itu. Namun kata dia mundurnya penutupan terminal tidak akan mengganggu pengerjaan MRT.

     Sebelumnya sopir dan kernet di Terminal AKAP Lebak Bulus pada Senin (6/1) menggelar aksi demo memprotes rencana penutupan terminal tersebut. Rencananya penutupan awalnya akan  dilakukan pada Selasa (7/1). Namun  pukul 00.00 WIB. Namun terpaksa ditunda untuk sementarta setelah perwakilan sopir dan kernet bertemu Gubernur Jokowi pada Senin malam. Jokowi menuding ada organisasi yang 'menunggangi' aksi menolak penutupan Terminal Lebak Bulus. Alasannya banyak kepentingan yang 'bermain' di Terminal Lebak Bulus, seperti calo dan organisasi kemasyarakatan.

    Selain terminal, Stadion Lebak Bulus juga ikut dibongkar menyusul pembangunan MRT. Jokowi mengaku sudah meminta izin pada Menpora Roy Suryo. "Stadion Lebak Bulus akan dibongkar tapi memang nunggu di pemerintahan. Kan di sana ada yang namanya prosedur penghapusan barang, nah itu yang diproses. Begitu selesai maka akan dibongkar," tutur Jokowi. Menpora Roy Suryo secara lisan  menurut Gubernur Jokowi sudah menyetujui pembongkaran Stadion Lebak Bulus. Menpora menanyakan lokasi penggantinya. "Surat kami sampaikan ke sana sudah lama. Hanya Menpora menanyakan gantinya mana,” tuturnya. Pengganti Stadion Lebak Bulus yakni Stadion BMW dan Stadion di Pesanggrahan. "Satu stadion dibongkar, diganti dua," ucap Jokowi.

     Terkait rencana pembongkaran terminal itu, pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya menyatakan kesiapannya mengawal pembongkaran terminal tersebut. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, pihaknya menurunkan sejumlah personel untuk mengamankan proses pembongkaran itu. "Selama proses pembongkaran, berapa lamanya (pengamanan) itu tergantung di lapangan," ujar Rikwanto kepada wartawan di Polda Metro jaya, Jakarta, Selasa (7/1/2014). Pihak Polda Metro Akan menurunkan sejumlah personel untuk mengamankan proses pembongkaran itu. "Polda Metro Jaya siap mengamankan pembongkar terminal itu. Masalah berapa lama pengamanan, tergantung di lapangan," kata Rikwanto kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa (7/1).

     Pembongkaran terminal ini mengundang pro dan kontra. Sejumlah massa yang kontra melakukan aksi unjuk rasa menolak pembongkaran itu. Pihak kepolisian mengantisipasi kericuhan dalam aksi unjuk rasa tersebut. "Kita kerahkan anggota juga di lokasi unjuk rasa, ditambah dari Satpol PP dan Dishub," ucapnya. Pembongkaran Terminal Lebak Bulus yang direncanakan dilakukan Senin (6/1) kemarin, tertunda. Beberapa bus yang mangkal di lokasi tersebut juga akan dipindahkan seperti ke Kampung Rambutan dan Terminal Kalideres.

    Penutupan Terminal Lebak Bulus juga menuai pro dan kontra oleh sejumlah Perusahaan Organda (PO) di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Dari pantauan delapan6.com di lapangan menemukan sejumlah PO yang keberatan adanya dua bendera PO yang sama di Terminal Kampung Rambutan.
Menurut Robi (62), Koordinator PO Sinar Jaya, penetapan tugas masing-masing wilayah berasal dari pusat. “Kita bekerja berdasarkan surat tugas dari pusat, jadi setiap wilayah kita sudah mengantongi penugasan masing-masing, Kita tunggu aja perintah dari pusat saja,” ujar Robi saat ditemui delapan6.com di terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Senin (06/01).

     Senada dengan Robi, M Pasaribu, Karyawan PO Sumber Alam mengatakan, bila PO yang sama dari terminal Lebak Bulus masuk ke terminal Kampung Rambutan silahkan saja akan tetapi yang memiliki kewenangan lebih adalah karyawan yang ada lebih dulu di terminal Kampung Rambutan. “Kami siap berbagi, akan tetapi kalau satu bendera ada dua loket PO yang sama kami menolak. Dan sebagai pendatang, mereka hanya menjadi karyawan di sini. Kita lebih dulu, jadi kita yang punya kuasa,”ucapnya.

    Ditempat terpisah, Yanuarianto, Kepala Regu III terminal Kampung Rambutan menuturkan, pengalihan sebagian PO ke Terminal Kampung Rambutan merupakan kebijakan dari pemerintah. “PO saya himbau bisa menerima kebijakan ini dan dapat berbagi dengan rekan PO yang sama. kebijakan ini untuk kepentingan masyarakat luas,” ujarnya.



SUMBER :

DAMPAK MELEMAHNYA NILAI RUPIAH TERHADAP DAYA BELI MASYARAKAT


     Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan jajaran pemerintah untuk fokus meminimalisasi dampak pelemahan rupiah terhadap daya beli masyarakat dan minat investasi. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengatakan Presiden terus memonitor pergerakan nilai tukar rupiah dan aktivitas ekonomi regional. Dia mengatakan Kepala Negara dan para menteri ekonomi terus berkomunikasi dengan Bank Indonesia serta Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menstabilkan pergerakan rupiah sembari mengantisipasi dampaknya pada perekonomian. “Terus berkomunikasi, ada bagian fiskal dan ada bagian moneter. BI menaikkan BI rate, memang salah satu ditujukan antisipasi, namun dampaknya pada pertumbuhan ekonomi,” kata Firmanzah, Jumat (29/11/2013). Presiden, lanjut Firmanzah, meminta para menteri untuk berkonsentrasi menggulirkan implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah yang telah diumumkan beberapa bulan lalu.

     Kepala ekonom dari Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap impor tidak bisa berdampak dalam jangka pendek. Sebab, pelaku usaha sudah terikat dalam kontrak bisnis. "Pelaku usaha tidak mungkin bisa langsung memangkas impor ketika melihat nilai tukar melemah. Mereka kan sudah terikat kontrak untuk memenuhi kebutuhannya," ujar Fauzi saat dihubungi, Kamis (21/11). Ia menyebutkan bahwa pengaruhnya baru terasa dalam jangka menengah panjang yakni 6 bulan ke atas. Kala itu, pelaku usaha (importir) melakukan kontrak baru. Akan tetapi, nilai tukar lantas tidak bisa dibiarkan melemah. Sebab, kondisi tersebut berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. "Pelemahan nilai tukar akan meningkatkan kembali inflasi. Saat harga barang-barang melonjak naik tinggi, daya beli masyarakat akan tertekan. Dampaknya kemiskinan bertambah," terang Fauzi.

    "Saat melihat daya beli masyarakat menurun, pelaku usaha tentu akan menurunkan investasinya, jika investasi menurun maka penciptaan lapangan kerja baru berkurang. Pengangguran meningkat," tambah dia. Menurut Fauzi, pergerakan nilai tukar harus ditahan. Sebab, apabila nilai tukar rupiah menyentuh pada level psikologis baru yakni 12.000 per dolar AS, akan memberi sentimen negatif pada investor. "Para pemilik valas akan semakin tidak mau menukarkan valasnya ke dalam rupiah. Karena nilai tukar menurun," pungkas dia.

    Sesuai hasil kajian terkini MPKP FEUI (16/11/2013), pelemahan nilai tukar terhadap memberi dampak pada impor. Setiap 1% pelemahan rupiah akan membawa peningkatan nilai impor sebesar 0,5%.

     Ketua Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Tellisa Aulia Falianty mengungkapkan pelemahan nilai tukar rupiah tidak bisa langsung menekan impor. Pelemahan nilai tukar ini membutuhkan rentang waktu 8-12 bulan. "Apabila rupiah melemah, yang berkurang adalah kuantitasnya. Tapi dari sisi nilai justru naik. Kalau rupiah terus dibiarkan melemah, bisa jadi pelaku usaha akan kurangi impor. Tapi kondisi ini kan butuh waktu yang panjang" tandasnya.

    Ia melihat pelemahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek ini akan memberikan dampak negatif terhadap sektor riil dan pasar uang. "Saya harapkan ada cara (respon) untuk menjaga nilai tukar. Bisa dari sisi fiskal," tutur dia. Ia menegaskan bahwa instrumen BI rate yang digunakan BI kemarin tidak efektif dalam memperkuat nilai tukar.

    Para menteri diharapkan bisa melanjutkan reformasi struktur perekonomian, terutama terkait ketidakseimbangan eksternal dalam bentuk defisit neraca berjalan Indonesia. Selain itu, SBY mengingatkan agar minat investasi dan daya beli konsumen dipertahankan melalui stimulus kepada dunia usaha dan kebijakan fiskal lain. “Kita terus memonitor, mata uang regional , kita evaluasi. Memang yang menjadi fokus yakni, menjaga daya beli masyarakat agar tidak terganggu dan investasi terus mengalir,” kata Firmanzah.

     Melemahnya rupiah terhadap dolar ternyata juga berpengaruh terhadap biaya operasional PT PLN (persero). Direktur Operasi Jawa Bali Ngurah Adnyana mengatakan dengan pelemahan rupiah bisa membuat beban operasional penyediaan listrik terutama dari pembangkit listrik yang menggunakan gas akan mengalami kenaikan. Pasalnya, PLN membeli gas dengan menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat (US$). Meski akan mengalami kenaikan, Adnyana mengaku belum mendapatkan hitung-hitungan akibat kenaikan kurs rupiah terhadap dolar. “Mungkin saja nanti harga gas akan naik karena kita beli dalam dolar. Akan tetapi, persentasi kenaikannya belum dihitung oleh PLN,” ujar Adnyana saat ditemui di Jakarta, Senin (26/8).

     Ia menjelaskan kenaikan kurs rupiah terhadap dolar sehingga membuat beban operasional meningkat belum akan terasa dalam waktu dekat. sehingga perseroan masih bisa melakukan langkah antisipasi terkait hal tersebut. “Sekarang belum (akan berdampak pada beban operasional) karena kan baru bulan-bulan ini (santer isu pelemahan rupiah),” tukasnya. Di sisi lain, tambah dia, kenaikan beban produksi tampaknya tidak berdampak pada semua lini. Dengan demikian, kenaikan yang mungkin terjadi bisa ditutupi dengan kinerja yang positif dari sektor pembangkit listrik non gas. “Bahan bakar (bahan bakar minyak/BBM) kan kita beli di Indonesia. Jadi, kita beli pakai rupiah. Jadi tidak akan ada kenaikan cost produksi dari sektor ini,” tuturnya.

     Sejauh ini, pasokan gas untuk PLN telah mencapai 390 tera british unit (TBU). Akan tetapi, PLN menganggap bahwa pasokan tersebut masih kurang untuk memaksimalkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). PLN membutuhkan setidaknya dua kali lipat dari pasokan yang diterima oleh Perseroan. Direktur Utama PLN Nur Pamudji mengatakan pihaknya sangat membutuhkan pasokan gas untuk pembakit listrik setidaknya mencapai 500 BTU. “Saat ini kita mendapatkan pasokan gas sebesar 390 BTU. Akan tetapi kalau ditanya apakah itu sudah cukup, maka saya jelaskan itu masih kurang. Karena kita menginginkan dua kali lipatnya atau 500 BTU,” imbuhnya.

     Permintaan ini, menurut Pamudji didasarkan masih kurangnya pasokan gas sehingga membuat kejadian matinya PLTG lantaran pasokan gas yang kurang. Ia menceritakan kejadian tersebut terjadi di Medan. Akibat kejadian tersebut, pihaknya lalu menggunakan Bahan Bakr Minyak (BBM) sebagai sumber tenaga pembangkit listrik. Menurut dia, kebutuhan gas untuk pembangkit listrik akan mengalami peningkatan. Terlebih saat PLTG mengambil alih fungsi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang masih menggunakan BBM. Sejauh ini, pembhangkit listrik di daerah Lorok dan Kalimantan Timur sudah sepenuhnya menggunakan gas. “Pembangkit di Bali yang semula belum menggunakan gas, nanti akan dapat gas. Jadinya kebutuhannya akan bertambah,” ucapnya.

     Penurunan pasokan gas untuk listrik disebabkan kendala koneksi yang tak bisa diubah. Saat ini, jaringan pipa gas di Indonesia tak berhubungan dengan seluruh sumur gas. Akibatnya jika ada satu sumur gas merosot produksinya pembangkit listrik langsung terkena dampaknya. Seandainya semua jaringan pipa gas saling terkoneksi, maka pembangkit listrik bisa saja mendapat pasokan dari tempat lain. Sayangnya, tak semua pembangkit bisa seperti itu. Pembangkit mutakhir dengan kapasitas lebih dari 10 MW hanya bisa menggunakan gas. Kalau pasokan gasnya berhenti maka pembangkit listrik itu mati. “Penyebab merosotnya gas, yang bisa menjawab produsen gas. Alasan rutin yakni, sudah berupaya semaksimal mungkin namun tetap gagal juga,” keluh Pamudji. Pasokan gas untuk pembangkit listrik diakui PLN tidak hanya berasal dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN), tetapi juga dari para kontraktor migas lainnya. Gas dari PGN hanya digunakan untuk pembangkit listrik di Muara Tawar dan Cilegon. “Pembangkit listrik di Gresik menggunakan gas dari WMO dan Cilegon menggunakan gas dari CNOOC,” kata Pamudji.


    Seperti diketahui, mata uang rupiah dalam keadaan mengkhawatirkan. Pasalnya rupiah sempat menyentuh Rp11.000 per dolar. Akibat keadaan tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan 4 kebijakan agar membuat rupiah terkendali. 4 kebijakan tersebut antara lain perbaikan neraca transaksi perjalanan dan menjaga nilai tukar rupiah, pemberian insentif, dan menjaga daya beli masyarakat serta menjaga tingkat inflasi. Dan paket terakhir kebijakan penyelamatan ekonomi itu adalah percepatan investasi.



SUMBER :

PEMISAHAN BI dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)


   Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai 1 Januari tahun depan, diramalkan akan menghadirkan ketegangan dengan otoritas moneter yakni Bank Indonesia.  BI dan OJK diramalkan bakal sering cekcok karena adanya rivalitas dalam melakukan pengawasan terhadap bank. Ketegangan dan konflik pun bakal tak terhindarkan karena adanya peraturan yang tumpang-tindih diantara keduanya. “Jangan dikira OJK dan BI akan akur-akur saja nantinya. Bakal saling cekcok satu sama lain, karena adanya ketentuan yang mungkin saling tumpang tindih dari kedua lembaga itu,” kata Anwar Nasution, mantan deputi senior Gubernur BI di Jakarta kemarin (18/1).

   Meskipun demikian, Anwar Nasution mengatakan cekcok antara BI dan OJK adalah hal lumrah dan bukan hanya monopoli Indonesia. Menurut dia, di negara-negara lain yang menganut mazhab pemisahan antara otoritas moneter dan otoritas keuangan, ketegangan dan cekcok yang demikian sering terjadi. “Saya sering diundang berceramah oleh OJK di Singapura, Korea dan Jepang. Yang selalu saya dengar dari mereka adalah ketegangan dan pertengkaran antara OJK dan bank sentralnya,” kata Anwar. Ia menambahkan, dalam proses transisi pemisahan fungsi BI dan OJK nantinya, paling tidak diperlukan waktu tiga sampai lima tahun hingga semuanya berjalan lancar. “Pengalaman di negara-negara lain, integrasi seluruh lembaga pengatur dan pengawas lembaga keuangan memerlukan masa 3-5 tahun,” tutur Anwar.

   Salah satu hal yang krusial nantinya adalah dalam soal pemeriksaan bank. Menurut UU, salah satu tugas OJK adalah melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap bank dan lembaga keuangan lainnya. Di sisi lain, BI juga tetap melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap bank, walau pun nanti OJK sudah berdiri. “BI masih akan melakukan pemeriksaan terhadap bank, walau pun OJK sudah berdiri,” kata deputi gubernur BI, Halim Alamsyah. Bedanya, menurut Halim, pemeriksaan yang dilakukan oleh BI adalah dalam rangka makroprudensial. Artinya pemeriksaan BI atas bank lebih untuk mendapatkan gambaran kesehatan industri perbankan keseluruhan, bukan memeriksa kesehatan masing-masing individu bank.

Tentang Undang-Undang

   Undang-Undang (UU) Bank Sentral di Indonesia, termasuk satu di antara undang-undang yang selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi sesuai dengan kebutuhan zaman dan keinginan pemerintah yang berkuasa, terjadi karena keinginan negara pemberi bantuan dan pemberi utang.  Hal ini bisa dilihat mulai dari UU No 11 Tahun 1953 sebagai perubahan terhadap “De Javasche Bankwet 1922” dan UU tanggal 31 Maret 1922 (Staatsblad 1922 Nr 181), UU No 13 Tahun 1968 sebagai perubahan terhadap UU No 11 Tahun 1953, UU No 23 tahun 1999 yang melakukan perubahan UU No 13 Tahun 1968, UU No 3 Tahun 2004 amendemen terhadap UU No 23 Tahun 1999, dan terakhir adalah Perppu No 2 Tahun 2008 sebagai perubahan kedua UU No 23 Tahun 1999.

   Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas UU tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), satu undang-undang yang diamanatkan oleh UU No 3 Tahun 2004 yang harus dibentuk. Yang segera akan berpindah tangan adalah fungsi pengawasan bank ke lembaga pengawasan sektor jasa keuangan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Artinya, ini bukan hanya akan merupakan perubahan terhadap UU Bank Indonesia, tetapi yang paling kasat mata adalah perubahan fungsi Bank Indonesia. Fungsi pengawasan yang sempat dinikmati oleh Bank Indonesia selama masa reformasi.

   Telunjuk yang selalu menuding ke arah ke Bank Indonesia, ada karena tidak mampunya mereka melakukan pengawasan secara baik terhadap bank. Contoh yang paling aktual adalah gagalnya Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank Century. Timbul kecaman pedas karena bailout Bank Century yang oleh banyak pihak dianggap tidak masuk akal. Bank Indonesia dianggap tidak mampu bertindak tegas atau tidak mampu menjatuhkan hukuman yang keras kepada bank yang ditengarai melakukan fraud atau kejahatan perbankan lainnya. 

Sinkronisasi Pasal

   Otoritas Jasa Keuangan ini bukan konsep baru dalam UU Bank Indonesia. Bahkan, dalam UU No 23 Tahun 1999, pembentukan lembaga yang akan melakukan pengawasan secara khusus terhadap perbankan akan dibentuk selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2002. Kemudian, diperpanjang oleh UU No 3 Tahun 2004 menjadi selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

   Bukan hanya pemisahan fungsi pengawasan bank yang terjadi dengan dibentuknya OJK. Secara teoretis, pemisahan otoritas keuangan dan moneter dilakukan dalam rangka menjaga independensi bank sentral dan otoritas jasa keuangan, sehingga terjadi efisiensi dan saling mengawasi untuk menghindari penyimpangan. Akan tetapi, dalam perkembangannya, negara-negara yang selama ini menganut pemisahan tersebut, sejak terjadi krisis, sudah mulai mendiskusikan penggabungan kembali kedua fungsi tersebut dalam satu lembaga, yaitu bank sentral seperti yang terjadi di Amerika.

   Pembentukan OJK ini akan berpengaruh terhadap beberapa ketentuan dalam UU Bank Indonesia. Pasal-pasal dalam UU OJK yang juga harus disesuaikan dengan UU BI paling kurang harus dilakukan terhadap Bab VI, Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank, Pasal 24–35. Artinya, melaksanakan perintah Pasal 34 UU BI tidak hanya berhenti pada pembentukan OJK, tetapi juga harus ada sinkronisasi kedua UU mengenai tugas mengatur dan mengawasi bank. 

   Sinkronisasi ini terutama berhubungan dengan sanksi terhadap bank yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23 UU BI, Pasal 26 ketentuan di bidang perizinan, termasuk mencabut izin usaha, pembukaan dan penutupan serta pemindahan kantor bank, izin pemilikan bank dan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan tertentu. Pasal 28 mengenai kewajiban menyampaikan laporan. Pasal 29 pemeriksaan bank secara berkala atau pemeriksaan sesuai dengan keperluan. Pasal 31, kewenangan menghentikan sementara kegiatan yang diduga merupakan tindak pidana perbankan. Pasal 32, mengenai sistem informasi antarbank. Lalu yang tidak kalah pentingnya lagi adalah mengenai ketentuan Pasal 11 UU No 23 Tahun 1999 jo UU No 3 Tahun 2004 jo UU No 6 Tahun 2009, tentang fasilitas pembiayaan darurat. Semua ketentuan ini pasti akan saling terkait dengan fungsi pengawasan bank.

Persiapan Besar

   Persiapan yang harus segera dilakukan Bank Indo¬nesia dan pemerintah sekarang adalah mulai memisahkan fungsi pengawasan Bank Indonesia pada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan. Pemisahan ini akan menjadi pekerjaan rumah Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan. Pekerjaan rumah itu termasuk mempersiapkan organisasi yang kuat dan melakukan seleksi yang patut terhadap personel-personel yang akan diberi kepercayaan untuk memimpin lembaga yang sangat terkait dengan gelimangan uang. Pemisahan ini tentu akan menjadi salah satu pekerjaan berat yang harus dilakukan tanpa menunggu kedatangan Gubernur Bank Indonesia yang baru, siapa pun yang terpilih nanti.

   Sebagai akibat langsung dari adanya OJK kegiatan yang tidak kalah beratnya menunggu Gubernur Bank Indonesia adalah melakukan perampi¬ngan terhadap Bank Indonesia. Bank Indonesia adalah bank sentral yang bertujuan mencapai dan memelihara kestabilan rupiah, bukan bank dagang. Berkaca dari bank sentral yang sudah sangat mapan, organisasi Bank Indonesia yang mempunyai perwakilan di banyak provinsi dan di luar negeri layak dipertimbangkan untuk dikurangi. Gemuknya organisasi ini, tentu juga mempengaruhi besarnya biaya Bank Indonesia.


   Pekerjaan yang juga menunggu Gubernur Bank Indonesia adalah pembentukan Badan Supervisi Bank Indonesia. Badan supervisi yang selama ini menjalankan tugasnya telah lama berakhir. Belum ada penggantinya. Badan supervisi ini, sebagaimana berulang kali dinyatakan oleh Darmin Nasution sebagai wakil pemerintah dalam melakukan amendemen UU BI, adalah dalam rangka memperkuat akuntabilitas Bank Indonesia, dengan tugas pokok mengawasi secara profesional Bank Indonesia. Fungsi pengawasan terhadap Gubernur Bank Indonesia inilah yang sekarang tidak ada.


SUMBER :

INTENSITAS BANJIR PRA DAN PASCA JOKOWI


     DKI Jakarta kembali terendam banjir. Sejumlah kawasan Ibukota tergenang air dengan ketinggian bervariasi. Mulai dari sekitar 30 cm sampai sekitar 2 meter. Namun bila dibandingkan, banjir pada 2014 ini dinilai tak separah 2013. Kepala Bidang Informatika BPBD DKI Jakarta Edy Junaedy menyatakan, banjir di Jakarta pada 2014 tidak seluas dibanding 2013. Hal ini lantaran ada upaya dari Pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Jokowi yang membuahkan hasil dan memberikan kontribusi untuk mengurangi banjir di ibukota. "Tak separah dibanding tahun lalu berkat kinerja pemerintah DKI. Sekarang ini sudah ada perbaikan lama dari pemerintah Gubernur DKI (Jokowi). Durasi banjir lama tapi tidak seluas tahun lalu. Meskipun intensitas hujan tahun ini lebih banyak, tapi kawasan yang terendam tak seluas tahun lalu," kata Edy Junaedy saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (29/1/2014).

     Dia menjelaskan, sistem drainase atau saluran air di Ibukota saat ini sudah lebih baik dari tahun sebelumnya. Hal itu terbukti dari berkurangnya titik banjir di Ibukota. Kawasan Thamrin dan Sudirman, Jakarta Pusat pun tak terendam seperti 2013. "Kawasan Thamrin Sudirman 17 Januari lebih baik. Sekarang sudah nggak banjir seperti dulu," ujar Edy. Menurut dia, beberapa program yang dilakukan Jokowi dalam mengatasi banjir telah memberikan kontribusi dalam mengurangi banjir dan dampaknya. Misalnya saja pengerukan Waduk Pluit. Begitu juga dengan berfungsinya 6 pompa air Waduk Pluit saat ini dibanding hanya ada 2 pompa yang berfungsi pada tahun lalu. Selain itu, kinerja Satuan Petugas (Satgas) Jalan Rusak dan Satgas Banjir DKI Jakarta saat ini yang lebih sigap dibanding tahun lalu. Dia menilai, Satgas lebih cepat bertindak untuk memperbaiki tanggul dan jalan rusak.

     Banjir tampaknya menjadi beban berat bagi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk diselesaikan. Buktinya, sebelum rapat membahas banjir dengan sejumlah kepala daerah di kawasan penyangga Jakarta, Jokowi langsung tepuk jidat. "Pusing saya ngebahas ini (banjir-red)," ucap Jokowi kepada Gubernur Jawa Barat Achmad Heryawan dan pejabat lainnya sesaat sebelum pertemuan dimulai di pos mercu Bendung Katulampa, Bogor Timur, Kota Bogor, Senin (20/1/2014) pagi. Ucapan Jokowi langsung disambut tawa pejabat lainnya yang hadir dalam pertemuan itu. Selain menteri dan gubernur, hadir juga Kepala Wilayah Sungai Besar Ciliwung - Cisadane T Iskandar, Sekjen Kementerian PU Agus Wijanarko, Wali Kota Bogor Diani Budiarto, Bupati Bogor H Rachmat Yasin, Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad, dan pejabat dari Pemkot Tangerang.

     Hadir dalam pembahasan soal banjir, Wali Kota Bogor Diani Budiarto, Bupati Bogor H Rachmat Yasin, wakil Wali Kota Depok, pejabat dari Pemkot Tangerang dan sejumlah pejabat dari Kementrian PU. Hingga saat ini, pertemuan masih berlangsung secara tertutup. Sejumlah wartawan baik cetak maupun elektronik mencoba mencuri kesempatan untuk mendengar isi pertemuan lewat kaca jendela di pos tersebut. Sementara itu hujan kembali turun di kawasan Katulampa, Bogor Timur. Hujan dengan intensitas sedang. Sedangkan, debit air ciliwung yang terpantau di mercu bendung katulampa setinggi 70 centimeter atau siaga 4.

     Walaupun mengaku pusing, Jokowi optimistis dapat menyelesaikan masalah banjir. Keyakinan ini karena dia mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Banten, dan pemerintah pusat. "Ini (pembangunan bendungan) akan mengurangi air yang masuk ke Jakarta sekitar 40 persen," ujar Jokowi. Ia menambahkan, penanggulangan banjir di Jakarta akan lebih masif dengan adanya normalisasi sungai dan waduk yang ada di Ibu Kota. "Tetapi, nanti apabila normalisasi sungai waduk dilakukan, insya Allah akan bisa mengurangi banjir dan di Jakarta," katanya.

     Dari hasil rapat koordinasi itu ada tiga pendekatan, yaitu pendekatan struktural, non-struktural, dan pendekatan kepada masyarakat. Pendekatan struktural, menurut Ahmad Heryawan, dengan membangun waduk, yakni di Sukamahi di Kecamatan Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat, satu lagi di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kemudian, membuat sodetan di Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur dan ke Sungai Cisadane, revitalisasi situ-situ sebelum ke Jakarta dan normalisasi Ciliwung dan Cisadane. Ditambah juga oleh konvervasi Ciliwung-Cisadane dan lain-lain.

     Adapun langkah non-struktural yaitu akan dibuat penghijauan di daerah aliran sungai, dengan memberi jarak 20 meter terhadap permukiman warga serta penertiban Sungai Ciliwung. Kemudian ketiga, pemberdayaan ekonomi masyarakat, penanganan sampah berbasis masyarakat, gerakan Ciliwung bersih, serta gerakan menanam 1 miliar pohon di daerah aliran Ciliwung dan Cisadane. Untuk kesepakatan non-struktural maupun pemberdayaan masyarakat akan menjadi otoritas sepenuhnya pemerintah daerah masing-masing, yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Korban

     Terkait korban jiwa, Edy mengaku belum bisa membandingkan. Sebab pihaknya masih dalam proses mendata korban, di samping belum selesainya musim hujan di Indonesia. "Tahun 2013 korban meninggal ada 38. Korban pengungsi tercatat pada 19 Januari, yakni 84 ribu orang. Namun untuk tahun ini, saya belum bisa memastikan," jelasnya.

     Berdasarkan data Pusat Kendali Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops) BPBD DKI, hingga Sabtu 18 Januari 2014, tercatat 7 warga meninggal dunia selama musibah banjir melanda Ibukota pada 2014. Data yang kita terima saat ini menunjukkan ada 7 korban banjir yang meninggal dunia. Penyebabnya sakit, tenggelam karena terpeleset atau terjatuh, hingga kesetrum. Korban yang ketujuh belum bisa kita publikasikan karena masih proses identifikasi kepolisian," ungkap Kepala Seksi Informatika dan Pengendalian BPBD DKI Bambang Surya Putra saat dihubungi di Jakarta.

   Seluruh warga DKI Jakata berharap agar bencana banjir ini dapat ditanggulangi/dicegah, paling tidak dikurangi agar tidak semakin parah. Dari saya, agar Pemprov DKI Jakarta melakukan kinerja semaksimal mungkin agar dapat mengurangi atau mencegah terjadinya bencana banjir, agar Gubernur dan Wakil Gubernur serta Pemprov DKI Jakarta tidak dinilai buruk kinerjanya oleh masyarakat.


SUMBER :