Digital Date Time Clock

Selasa, 31 Desember 2013

PENYADAPAN OLEH AUSTRALIA



Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan menyikapi aksi penyadapan yang dilakukan Australia hendaknya Pemerintah Indonesia melaporkannya ke PBB seperti yang dilakukan negara-negara lainnya.

"Pemerintah Indonesia hendaknya melaporkannya ke PBB, tapi malah mengirimkan surat ke Perdana Menteri Australia," kata Jaleswari Pramodhawardani pada diskusi "Dialog Kenegaraan: Menakar Hubungan Indonesia-Australia Pasca Penyadapan," di Gedung MPR/DPR/DPD RI Jakarta, Rabu (27/11).
Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah anggota DPD RI Poppy Dharsono dan anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya. Menurut Pramodhawardani yang akrab disapa Dani, negara-negara lainnya melaporkan aksi penyadapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Australia terhadap 35 pemimpin dunia ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Negara-negara yang melaporkan ke PBB, kata dia, adalah Jerman, Brasil, Spanyol, dan sejumlah negara lainnya, sehingga PBB menerbitkan resolusi  anti penyadapan karena melanggar privasi pemimpin negara dan melanggar hukum internasional. "Namun reaksi Indonesia menyikapi aksi penyadapan yang dilakukan Australia cukup unik, yakni marah-marah dan kemudian mengirimkan surat kepada PM Australia Tonny Abbot," katanya.

Dani menilai, langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia yakni mengirimkan surat kepada PM Asutralia adalah kurang tepat. Menurut dia, Pemerintah Indonesia bis ameninjau kembali perjanjian dengan Australia yakni "Lombok Treaty" yang isinya menitikberatkan pada kerja sama di bidang pertahanan, keamanan, kontra terorisme, maritime security, dan intelijen. "Dalam perjanjian itu, Australia lebih banyak diuntungkan secara strategis dan politik," katanya.

Peneliti bidang pertahanan LIPI ini menjelaskan, penyandapan itu bisa dipandang dari tiga aspek yakni yaitu hukum, psikologis dan politik. Dari aspek hukum, kata dia, ada konvensi Wina yang terkait etika hubungan antarnegara, pada aspek politik ada etikanya dalam hal spionase, intelejen,

mata-mata dan sebagainya. "Penyadapan memang biasa dilakukan sebagai usaha untuk mengumpulkan informasi strategis dan tergantung bagaimana negara bekerja dalam operasi hitam tersebut, tapi ada etika, hukum internasional, dan hubungan politik antarnegara," tegasnya.

Soal reaksi masyarakat dan parlemen Australia yang justru marah dengan PM Tony Abbott dan mendesak agar meminta maaf kepada Indonesia, menurut Dani, karena Australia banyak diuntungkan oleh posisi geografis dan hubungannya dengan Indonesia. (Antara)

Pemerintah Indonesia akan melakukan tiga langkah untuk menyikapi penyadapan Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sejumlah pejabat negara lainnya. Tiga langkah tersebut diklaim Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sebagai langkah yang tegas sekaligus terukur.

"Pertama, kita akan memanggil perwakilan Australia yang ada di sini," kata Marty dalam konferensi pers di Gedung Kemenlu, Jakarta, Senin (18/11/2013). Menurut Marty, pihaknya telah memanggil Duta Besar Australia untuk Indonesia Greg Moriarty. Namun, yang bersangkutan berhalangan hadir sehingga akan diwakili oleh Wakil Dubes David Engel. Nantinya David akan dimintai keterangan mengenai benar atau tidaknya penyadapan tersebut.

Kedua, lanjutnya, Duta Besar Indonesia untuk Australia Najib Riphat Kesoema akan dipulangkan ke Indonesia. Dia akan dimintai keterangan mengenai sejumlah informasi yang didapatkannya selama mengemban tugas di sana. "Kalau untuk berapa lamanya dia akan di sini, belum bisa kita pastikan," lanjut Marty.

Ketiga yaitu langkah terakhir, Pemerintah Indonesia juga akan mengkaji ulang hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia. Nantinya, Indonesia akan lebih membatasi dan menjaga jarak dengan Australia yang selama ini dianggap sebagai negara tetangga dan sahabat. "Kita akan kaji ulang kebijakan-kebijakan kita dengan Australia selama ini. Kita akan membuat garis di atas pasir," kata Marty.

Seperti diberitakan, laporan sejumlah media asing, badan mata-mata Australia telah berusaha menyadap telepon Presiden SBY dan istrinya, Ani Yudhoyono, serta sejumlah menteri dalam kabinet SBY. Sejumlah dokumen rahasia yang dibocorkanwhistleblower asal AS, Edward Snowden, yang berada di tangan Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian, menyebut nama Presiden SBY dan sembilan orang di lingkaran dalamnya sebagai target penyadapan pihak Australia.

Dokumen-dokumen itu menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, Defence Signals Directorate, melacak kegiatan Yudhoyono melalui telepon genggamnya selama 15 hari pada Agustus 2009, saat Kevin Rudd dari Partai Buruh menjadi Perdana Menteri Australia. Daftar target penyadapan juga mencakup Wakil Presiden Boediono, yang pekan lalu berada di Australia, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Juru Bicara Presiden untuk Urusan Luar Negeri, Menteri Pertahanan, serta Menteri Komunikasi dan Informatika.

SUMBER : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar