Digital Date Time Clock

Kamis, 25 April 2013

HUKUM PERIKATAN


1.      Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.
Hukum Perikatan adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang megatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana para pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Menurut Hofmann, perikatan adalah suatu hubungan antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Menurut Pitlo, Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
Unsur-unsur perikatan
a.       Hubungan Hukum
Hubungan huku ialah hubungan yang terhadapnya hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan melekatkan “kewajiban” pada pihak lainnya. Contoh : A menitipkan sepedanya dengan cuma-cuma kepada B, maka terjadilah perikatan antara A dan B yang menimbulkan hak antara A untuk menerima kembali sepeda tersebut dan kewajiban pada B untuk menyerahkan sepeda tersebut.
b.      Para Pihak
Para pihak dalam suatu perikatan disebut dengan subjek perikatan. Harus terjadi antara 2 orang atau lebih. Pertama, pihak yang berhak atas prestasi, atau pihak yang berpiutang disebut dengan Kreditur. Kedua, pihak yang berkewajiban memenuhi atas prestasi, atau pihak yang berhutang disebut denga Debitur.
Debitur memiliki 2 unsur yaitu schuld dan haftung. Schuld adalah hutang debitur kepada kreditur. Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan hutang debitur tersebut.
c.       Objek
Yang menjadi objek perikatan adalah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan.
Menurut undang-undang, prestasi dibagi menjadi 3:
·           Menyerahkan suatu barang
·           Melakukan suatu perbuatan
·           Tidak melakukan suatu perbuatan
Pasal 1234 KUH Perdata menyatakan : “tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu”.
Memberikan sesuatu, yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas benda dari debitur kepada kreditur, termasuk pemberian sejumlah uang, penyerahan hak milik atas benda bergerak dan tidak bergerak.
Prestasi dengan “berbuat seuatu” adalah perikatan untuk melakukan sesuatu misalnya membangun rumah.
Prestasi dengan “tidak melakukan sesuatu” misalnya A membuat perjanjian dengan B ketika menjual buktiya, untuk tidak menjalankan usaha butik dalam daerah yang sama.
Sifat-sifat prestasi :
·         Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan. Jika prestasi itu tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan mengakibatkan perikatan batal.
·         Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan menjadi batal.
·         Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh UU, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi tidak halal, maka perikatan batal.
·         Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, maka perikatan dapat dibatalkan.
·         Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi itu berupa satu kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali dapat mengakibatkan pembatalan perikatan.
d.      Kekayaan
Pasal 1131 BW menyatakan bahwa : “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupu yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.
Macam-macam perikatan :
a.       Perikatan bersyarat
Perikatan yang digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang belum terjadi dan belum tentu akan terjadi.
b.      Perikatan dengan ketentuan waktu
Perikatan dengan ketentuan waktu adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada waktu tertentu.
c.       Perikatan alternatif
Perikatan alternatif adalah suatu perikatan dimana debitur berkewajiban melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih baik menurut pilihan debitur, kreditur atau pihak ketiga.
d.      Perikatan tanggung menanggung
Suatu perikatan ini di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.
e.       Perikatan dengan ancaman hukuman
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukuman apabila ia tidak menepati kewajibannya.

2.      Dasar Hukum Perikatan
Pengaturan hukum perikatan menganut sistem terbuka. Artinya setiap orang bebas melakukan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Pasal 1338 KUH Perdata : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Ketentuan tersebut memberikan kebebasan untuk :
·         Membuat atau tidak membuat perjanjian
·         Mengadakan perjanjian dengan siapapun
·         Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
·         Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan
Berdasarkan KUH Perdata terdapat 2 sumber yaitu sebagai berikut :
a.       Perjajian (kontrak)
b.      Bukan dari perjanjian (dari Undang-undang)
Hak dan kewajiban ditentukan oleh undang-undang . perikatan yang timbul dari Undang-undang dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a.       Perikatan yang terjadi karena Undang-undang semata
b.      Perikatan terjadi karena Undang-undang akibat perbuatan manusia
·         Menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan (sah atau tidak melanggar hukum)
·         Bertentangan dengan hukum (tidak sah atau melanggar hukum)

3.      Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
a.       Asas Konsensualisme
·         Asas konsensualisme dapat disimpulkan dari Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata
·         Perikatan itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok
·         Pasal 1320 KUH Perdata : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat: (1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya; (2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; (3) suatu hal tertetu; (4) suatu sebab yang halal. 2 syarat pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, 2 syarat yang lainnya dinamakan syarat objektif.
·         Pengertian kesepakatan dituliskan dengan sebagai pernyataan kehendak bebas yang disetujui antara pihak-pihak

b.      Asas Pacta Sunt Servanda
·         Asas pacta sunt servanda berkaitan dengan akibat suatu perjanjian
·         Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
·         Para pihak harus menghormati perjanjia dan melaksanakannya karena perjanjian itu merupakan kehendak bebas para pihak

c.       Asas Kebebasan Berkontrak
·         Pasal 1338 KUH Perdata : “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
·         Ketentuan tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk : membuat atau tidak membuat perjanjian; mengadakan perjanjian dengan siapapun; menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Di samping ketiga asas utama tersebut, masih terdapat beberapa asas hukum perikatan nasional, yaitu :
·         Asas kepercayaan;
·         Asas persamaan hukum;
·         Asas keseimbangan;
·         Asas kepastian hukum;
·         Asas moral;
·         Asas kepatutan;
·         Asas kebiasaan;
·         Asas perlindungan;

4.      Wanprestasi dan Akibat-akibat dari Hukum Perikatan
Timbul apabila salah satu pihak tidak melakukan apa yang diperjanjikan, seperti ingkar janji. Para debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika ia tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa maka debitur dianggap melakukan ingkar janji (wanprestasi).
Ada 3 bentuk wanprestasi :
a.       Tidak memenuhi prestasi sama sekali
b.      Terlambat memenuhi prestasi
c.       Memenuhi prestasi secara tidak baik
Akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi adalah :
a.       Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (pasal 1243 BW)
b.      Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan/pembatalan melalui hakim (pasal 1266 BW)
c.       Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (pasal 1237 BW)
d.      Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 BW)
e.       Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka pengadilan negeri, dan debitur dinyatakan bersalah
Tidak terpenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua alasan, yaitu :
a.       Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja maupun lalai
b.      Karena keadaan memaksa (overmacht/force majure)
Keadaan memaksa (overmacht/force majure), ialah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi ketika membuat perikatan. Unsur-unsur keadaan memaksa :
·         Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang membinasakan/memusnahkan objek perikatan
·         Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang menghalangi debitur untuk berprestasi
·         Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan
Adanya kesalahan harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a.       Perbuatan yang dihindarkan harus dapat dihindarkan
b.      Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada si pembuat, yaitu bahwa ia dapat menduga tentang akibatnya
Apakah suatu akibat itu dapat diduga atau tidak, haruslah diukur secara objektif dan subjektif. Objektif, yaitu apabila menurut manusia normal akibat tersebut dapat diduga. Subjektif, jika akibat tersebut menurut keahlian sesorang dapat diduga.
Kesenjangan adalah perbuatan yang diketahui dan dikehendaki. Kelalaian adalah perbuatan yang mana si pembuatnya mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain.
Akibat-akibat wanprestasi
a.       Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi). Meliputi 3 unsur, yaitu biaya, rugi, dan bunga.
b.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian (Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata).
c.       Peralihan resiko (pasal 1237 KUH Perdata)
Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian.

5.      Hapusnya Perikatan
Hapusnya perikatan menurut pasal 1381 KUH Perdata disebabkan karena :
a.       Karena pembayaran
Merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Dalam arti luas ini, tidak saja pihak pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi pihak penjualpun dikatakan membayar jika ia menyerahkan atau “melever” barang yang dijualnya.
b.      Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan (konsignasi)
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berhutang (kreditur) menolak pembayaran. Barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris atau jusu sita pengadilan.
c.       Karena pembaharuan hutang  atau Novasi
Adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai perikatan semula.
Ada tiga macam novasi, yaitu :
·         Novasi obyektif, dimana perikatan yang telah ada diganti dengan perikatan lain
·         Novasi subyektif pasif, dimana debiturnya diganti oleh debitur lain
·         Novasi subyektif aktif, dimana krediturnya diganti oleh kreditur lain
d.      Karena perjumpaan hutang atau kompensasi
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan hutang piutang secara bertimbal balik antara kreditur dan debitur.
e.       Karena pencampuran hutang
Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu piutang dihapuskan.
f.       Karena pembebasan hutang
Si berpiutang denga tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka perikatan hapus, perikatan ini hapus karena pembebasan. Pembebasan suatu hutang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan.
g.      Karena musnahnya barang yang terutang
Jika barang tertentu yang menjadi objek dari perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, sedmiakian hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya asala barang tersebut musnah atau hilang di luar kesalahan si berhutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
h.      Karena batal atau pembatalan
Yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya adalah pembatalan perjanjian-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar atau viodable) sebagaimana yang sudah dilihat pada waktu membicarakan tentang syarat-syarat untuk suatu perjanjian yang sah (pasal 1320).
i.        Karena berlakunya syarat pembatalan
Perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya periktana hingga terjadinya peristiwa tersebut, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
j.        Karena lewat waktu atau daluarsa
Menurut pasal 1946 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang dinamakan “daluwarsa” atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

studentsite.gunadarma.ac.id

sumber/referensi :



http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HUKUMPERDATA/document/HUKUM_PERIKATAN.ppt?cidReq=HUKUMPERDATA

Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Edisi Revisi)