Digital Date Time Clock

Rabu, 28 Maret 2012

Sistem Ekonomi Liberalis dan Sistem Ekonomi Campuran



Sistem Perekonomian Liberalis

Dasar bekerjanya sistem ini adalah adanya kegiatan invisible hand atau tangan-tangan yang tidak kelihatan yang dicetuskan oleh ahi ekonomi Adam Smith. Dasar ini berasal dari paham kebebasan. Buku Adam Smith yang berjudul ‘The Theory of Sentiments’ menjadi kerangka moral bagi ide-ide ekonominya (1759). Paham kebebasan ini sejalan dengan pandangan ekonomi kaum klasik, dimana mereka menganut paham ‘Laissez faire’, yang menghendaki kebebasan melakukan kegiatan ekonomi, dengan seminim mungkin campur tangan pemerintah.

Kaum klasik berpendapat seperti itu, karena mereka menganggapbahwa keseimbangan ekonomi akan tercipta dengan sendirinya. Mekanisme pasarlah yang akan mengaturnya, kekuatan permintaan penawaran-lah yang akan mewujudkannya. Dasar pemikiran kaum klasik tersebut adalah:

1. Hukum ‘SAY’, yang mangatakan bahwa setiap komoditi yang diproduksi, tentulah ada yang membutuhkannya. Dengan hukum ini para pengusaha/produsen tidak perlu khawatir bahwa barang dagangannya akan sisa, karena berapapun yang ia prduksi tentu akan digunakan oleh masyarakat.

2. Harga setiap komoditi itu bersifat fleksibel. Dengan demikian keseimbangan akan selalu terjadi. Kalaupun terjadi ketidak seimbangan pasar (kekurangan atau kelebihan komoditi) itu hanya bersifat sementara,karena untuk selanjutnya keadaan tersebut akan kembali dalam kondisi seimbang (equilibrium). Sebagai contoh produksi melimpah, menyebabkan harga komoditi bersangkutan menjadi murah. Karena harga sekarang menjadi murah, masyarakat berbondong-bondong untuk membelinya sehingga komoditi tersebut berkurang drastis. Dan karena komoditi yang ada sekarang menjadi sedikit maka harga akan naik kembali. Karena harga membaik, produsen akan meningkatkan produksinya dengan harapan akan mendapat keuntungan yang lebih besar. Karena produksi meningkat jumlah komoditi di pasar menjadi banyak sehingga perlahan-lahan harga bergerak turun, begitulah keadaan akan berlangsung. Dan dari kadeua keadaan tersebut akan mengarah terjadinya keseimbangan pasar. Dengan demikian pemerintah tidak perlu ikut dalam proses tersebut.

Menurut kaum klasik, tugas pemerintah adalah: 

1. Mengelola kegiatan yang tidak efisien jika ditangani oleh pihak swata, sebagai missal mengelola pamong praja dan sejenisnya. 

2. Membantu memperlancar dan menciptakan kondisi yang mendukung kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung. Sebagai contoh membangun prasarana jalan agar transportasi menjadi lancer, mengeluarkan kebijaksanaan yang mendukung, dan sebagainya.

Dengan kondisi perekonomian yang semacam itu, pemerintah memiliki tiga tugas yang sangat penting (Suroso, 1993) yaitu: 

a. Berkewajiban melindungi Negara dari kekerasan dan serangan Negara liberal lainya. 

b. Melindungi setiap anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidak adilan atau penindasan oleh anggota masyarakat lainnya atau mendirikan hokum yang dapat diandalkan. 

c. Mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau saran untuk umum yang tidak dapat dibuat oleh perorangan dikarenakan oleh keuntungan yang didapat darinya terlalu kecil sehingga tidak dapat menutupi biayanya. Dengan kata lain di luar itu, kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada swasta. 

Dengan terjadinya resesi dunia pada sekitar tahun 1930-an, kejayaan system ini seakan-akan berakhir. Dari kejadian itulah kemudian muncul pandangan-pandangan untuk memperbaiki system ini. Diantara para ahli yang cukup terkenal dan hingga sampai saat ini pandangannya masih relefan adalah J.M. Keynes, yang antara lain berpendapat bahwa Negara yang merupakan suatu kekuatan di luar system liberalis ini haruslah ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi agar pekerjaan selalu tersedia bagai semua warganya. 

Secara umum karakteristik system ekonomi liberal antara lain: 

· Faktor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahaan) dimiliki dan dikuasai oleh pihak swasta 

· Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi, diserahkan kepada pemilik faktor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yang berlaku 

· Rangsangan insentif atau umpan baik diberikan dalam bentuk utama materi sebgaia sarana memotivasi para pelaku ekonomi. 

Sistem Ekonomi Campuran
 
Sistem ekonomi campuran ini adalah merupakan kombinasi logis dari ketidak sempurnaan sistem ekonomi liberalisme dan etatisme. Selain resesi dunia tahun 1930-an telah menjadi bukti ketidak sanggupan system ekonomi liberalis, langah Gorbachev dan bubarnya kelompok Negara-negara komunis, menjadi bukti pula kerapuhan sistem ekonomi etatisme. 

Sistem ekonomi campuran mencoba mengkombinasikan kebaikan dari kedua sistem tersebut, diantaranya menyarankan perlunya cmpur tangan pemerintah secara aktif dalam kebebasan pihak swasta dalam melaksanakan kegiatanekonominya. Dengan keinginan seperti ini, banyak Negara kemudian memilih system ekonomi campuran ini.

Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru


Pendahuluan
Dalam suatu negara, proses dinamika pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal (domestik) dan eksternal (global). Yang termasuk ke dalam faktor internal yaitu kondisi fisik (iklim), lokasi geografi, jumlah dan kualitas Sda, SDM yang dimiliki, dan kondiosi awal perekonomian. Sedangkan faktor eksternal meliputi perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta keamanan global.

Namun, untuk mengetahui faktor atau hal apa saja yang menyebabkan perbedaan suatu negara terhadap negara lain dalam membangun perekonomiannya adalah latar belakang sejarah perekonomian negara itu sendiri. Biasanya, keadaan/ cara pembangunan negara berkembang (seperti malaysia, India, Indonesia) tidak lepas dari pengaruh sistem perekonomian pada masa kolonialisasi (penjajahan), yang meliputi orientasi pembangunan ekonomi yang diterapkan, pembangunan infrastruktur fisik dan sosial (pendidikan dan kesehatan)yang dilakukan.

Dapat dikatakan bahwa yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah bukan “warisan” dari negara penjajah, tetapi orientasi politik, sistem ekonomi serta kebijakan yang diterapkan tersebut.

Sebelum membahas mengenai perkembangan sistem ekonomi sebelum orde baru, secara detail harus memahami apa itu sistem perekonomian. Untuk itu terlebih dahulu akan menjelaskan mengenai pengertian dari sistem ekonomi. Sistem Ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur tentang kehidupan ekonomi, guna mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Setiap negara mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengatur kehidupan ekonominya, hal ini tergantung kepada falsafah dan ideologi yang dianutnya.

Adapun macam sistem ekonomi di dunia bermacam-macam jenisnya, yaitu diantaranya Sistem ekonomi liberalisme atau kapitalisme yaitu suatu sistem ekonomi yang memberikan kebebasan penuh kepada setiap individu untuk bersaing mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya, Sistem ekonomi sosialisme atau etatisme yaitu suatu sistem ekonomi yang dipegang dan dikuasai penuh oleh Negara, yaitu suatu sistem ekonomi gabungan antara sistem ekonomi liberalisme dengan sosialisme.

Di Indonesia pun perkembangan sistem ekonomi sudah berjalan lama . Dibawah ini saya akan menjelaskan mengenai perkembangan sistem ekonomi  sebelum orde baru .

Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya negara Republik Indoneia, sudah banyak tokoh negara yang pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi bersama.

Sebagai contoh, Bung Hatta, semasa hidupnya mencetus ide bahwa dasar perekonomian Idonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong menolong adalah koperasi (Moh.Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.

Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadokusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang di dalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.

Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD 1945, sistem perekonomian tercermin dalam pasal 23, 27, 33, dan 34.

Demokrasi Ekonomi dipilih, karena memiliki ciri-ciri positif yang diantaranya (Suroso, 1993):
·    Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
·   Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
·   Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
· Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangandengan kepentingan masyarakat
·  Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.

Dengan demikian di dalam perekonomian Idonesia tidak mengijinkan adanya:
Free fiht liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.

Etatisme, yaitu keikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.

Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatn ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingg tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keinginan sang monopoli.

Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sisteem ekonomi Pancasila, Ekonomi Demokrasi, dan campuran, bukan berarti system perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian di tahun 1960-an sampai denga masa orde baru.

Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Program-program tersebut diantaranya adalah:
·         Program banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
·         Program Sumitro Plan, tahun 1951
·         Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
·         Rencana Delapan Tahun

Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah:
Ø  Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan Negara Indonesia ke Negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
Ø  Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana Negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
Ø  Faktor berikutnya adalah terlalu pendeknya masa kerja setiap cabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali cabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing cabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
Ø  Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan system perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957) dan etatisme (1958-1965).

Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah terjadi di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:
v  Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita
v  Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek Mercu Suar
v  Deficit anggaran Negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
v  Keadaan tersebut makin diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.